Zaini Rakhman: Berjuang untuk Pelestarian Burung Garuda





(dok/ist)
Garuda adalah lambang negara Indonesia. Ironis, ketika sang garuda itu nyaris punah.
Indonesia, berdasarkan Keputusan Presiden No 4 Tahun 1993 menyebut bahwa lambang burung garuda adalah elang jawa. Di wilayah lain, masyarakat Mentawai juga di Sulawesi pun yakin bahwa garuda adalah elang endemik di wilayahnya.

Jenis dari Genus Spizaetus memang berjambul mirip simbol Garuda. "Karena itu, ironis, bila masyarakat Indonesia melupakan elang jawa. Juga masyarakat Jakarta, misalnya, melupakan simbol kotanya yaitu elang bondol," paparnya.
Raptor, atau binatang jenis unggas pemangsa ini adalah satwa endemik di seantero Pulau Jawa. Jambul di kepalanya membuat jenis ini sempat dikira elang brontok (Spizaetus cirrhatus limnaetus) atau mirip Spizaetus kelaarti.
Barulah pada 30 April 1907, ditemukan elang jawa oleh Max Edward Gootlieb Bartels dan Ernst Stresemann pada 1924 diketahui sebagai spesies yang berbeda sehingga resmi disebut Spizaetus bartelsi.
Semua ketertarikan itu menjadi bagian dari kehidupan lelaki yang sudah mulai aktif di kegiatan penelitian dan konservasi alam terutama jenis burung pemangsa sejak 1996 ini. Menurutnya, seluruh kepulauan Indonesia memiliki paling banyak elang endemik di dunia, dari 311 jenis, di Asia 90 jenis dan 75 jenis itu ada di Indonesia.
"Sebutlah, elang brontok (Spizaetus cirrhatus) di Mentawai, elang wallasea (Spizaetus nanus) di Sumatera, Kalimantan memiliki jenis elang gunung (Spizaetus alboniger). Di Sulawesi, ada delapan jenis endemik dan tersebar di tiap provinsi. Taman Nasional Lore Lindu di Palu adalah surga elang di endemik wilayah pulau ini.
Maluku memiliki tiga jenis elang endemik, sedangkan di Nusa Tenggara dan Papua ada lima jenis termasuk rajawali irian (Harpyopsis novaeguineae). Di Jawa, ada 28 jenis elang endemik termasuk Elang Ular Bawean (Spilornis baweanus) dan elang jawa. Kesemua jenis elang ini termasuk satwa yang dilindungi. Elang flores, elang ular bawean, statusnya kritis.
Elang jawa statusnya sudah genting. Rajawali irian dan rajawali totol berstatus rentan. Hal yang sama terjadi pada elang walaseae, elang ikan kecil, elang ikan kelabu, elang alap kecil, elang alap doria, dan rajawali kuskus," papar lelaki yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo.
Solusi untuk mereka bagi Zaini adalah perlindungan terhadap kawasan konservasi. Sedang untuk pembiakan, breeding, ia mengaku belum memilikinya seperti di Davao Sights: Philippine Eagle Center, juga di Amerika seperti Hawk Mountain Sanctuary. "Mereka memiliki pengalaman untuk itu," ujarnya.
Padahal, di luar besarnya ancaman terhadap elang, pembiakan elang tergolong sulit, selain karena jenis satwa ini hanya bertelur satu butir dalam 2-3 tahun, kecuali telur tak jadi, rusak, atau dimakan satwa lainnya, mereka juga pasangan yang monogamus.
Jadi, setiap elang hanya memiliki satu pasangan saja sehingga ketika si jantan atau betina mati dimangsa, atau dibunuh oleh pemburu, mematikan juga kesempatan sebuah regenerasi.
Di alam liar, jenis elang ini diperkirakan 44 berada di kawasan konservasi, 22 kantungnya berada di luar kawasan konservasi. Kendati di luar kawasan konservasi, di lahan pertanian, misalnya elang tetap membutuhkan habitat alami yang mendukung, mulai dari tinggi dan jenis pohon tempat bersarang, pegunungan, sungai, juga hutan.
Kerusakan dari bencana alam adalah hal yang memengaruhi rusaknya habitat dan jumlah elang. Penyebab lain adalah rusak dan berkurangnya hutan di kawasan Perhutani. Namun, penyebab telak berkurangnya jumlah elang di Indonesia, terutama elang jawa, 50 persen adalah karena penangkapan liar, perburuan, untuk dikoleksi atau dipelihara secara pribadi.
Elang jawa saat ini berdasarkan data tahun 2010 saja, hanya tersisa 325 pasang di alam. "Bayangkan sekarang berapa sisanya," papar lelaki ini.
Menurut Zaini, elang jawa banyak dipelihara karena prestisenya sebagai simbol nasional, juga filosofi budaya tradisi bahwa memelihara unggas, tak hanya perkutut tapi juga elang sebagai simbol status pemiliknya. "Satwa ini termasuk yang dilindungi, kenyataannya elang jawa juga elang endemik lainnya, pernah diselundupkan," ujarnya.
Di Raptor Indonesia (Rain), jaringan kelompok kerja dan sukarelawan yang bergerak dalam upaya penelitian dan pelestarian burung pemangsa di Indonesia, tempat Zaini aktif, biasanya elang yang didapat dari perdagangan liar akan dikarantina lebih dulu sebelum dilepasliarkan.
Menurutnya, ada elang yang sejak kecil sudah dipelihara di kandang sehingga tidak lihai berburu di alam liar, ada yang rusak sayapnya, atau kakinya rusak akibat lama dirantai dan hinggap di besi. Sisanya tak sedikit yang sudah mati dan tak terselamatkan.
"Bersama Kementerian Kehutanan, kita sudah mencoba inisiasi untuk beberapa wilayah konservasi, sebutlah di Cikananga Kabupaten Sukabumi, Pulau Kotok di Kepulauan Seribu, juga di Kampung Panaruban Kabupaten Subang," paparnya.

Surga Pendatang
Zaini fasih menyebutkan data, tahap pemulihan, upaya konservasi, pemetaan elang di Indonesia. Menurut Zaini, rusaknya hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah menyebabkan terganggunya Indonesia sebagai bagian penting daerah lintasan (migration routes), daerah singgah (stop over), dan tempat untuk menghabiskan musim dingin (wintering area).
"Elang migran" dari seluruh wilayah kontinental, seperti Siberia, China, Korea, Jepang, wilayah Asia Timur dan Asia Tengah yang biasanya singgah, berdasar data anekdotal, kini kebanyakan mereka selain bertujuan ke Kalimantan, sebagian ada yang melintas Selat Karimun Jawa, menempuh jalur Bali atau melanjut ke Nusa Tenggara.
Di wilayah Jawa Barat, kendati juga semakin berkurang, hutannya masih aman, kendati berdasar pengamatan kawan-kawan Zaini, para penggemar paralayang, di wilayah Gunung Pancar, tak banyak lagi elang yang terbang di area dekat kawasan Puncak itu.
Hal itu juga terjadi di wilayah Jawa Tengah yang dulunya lahan surga kini hutan juga wilayah konservasinya semakin berkurang.
Dari data anekdotal yang diperoleh Zaini, dari 55 jenis elang yang bermigrasi di koridor daratan sebelah timur (eastern inland corridor) dan koridor pantai pasifik (coastal pacific corridor), di data pada 1999 saja sudah berkurang.
Kini perjalanan migrasi mereka semakin rentan, termasuk akibat kerusakan hutan di negara lain seperti Jepang, Mongolia, China, dan Korea yang semuanya berimigrasi menghabiskan musim salju, melintasi Vietnam, Thailand, Malaysia, juga beberapa bagian Semenanjung Malaysia hingga Indonesia.
Selain jalur-jalur tadi, menurut Zaini, ada satu jalur migrasi lagi yang ditempuh berbagai jenis elang falcon yang bertubuh dan bersayap lebih kecil, terbang cepat memanfaatkan tenaga termal, melintasi sisi timur kepulauan Indonesia, biasa disebut koridor Samudra Pasifik (Oceanic Pacific corridor), mulai dari China, Taiwan, Filipina, Thailand, Singapura, ke Kalimantan atau Sulawesi. ***

Sebarkan Buku ke Sekolah

"Saya bukan pemelihara burung elang, saya bersama kawan yang lain justru ingin melestarikan burung-burung elang di Indonesia," ujarnya, kepada SH, Rabu (4/7). Karena itu, upaya penyelamatan, konservasi, pemeliharaan, terhadap jenis elang harus dibarengi dengan pengetahuan masyarakat.
Untuk itu, mimpi dan keinginan Zaini cukup sederhana, yaitu menerbitkan buku ke sekolah-sekolah agar generasi muda menyadari sang garuda yang terancam punah. Judul bukunya Garuda-Mitos dan Faktanya di Indonesia, terbitan Raptor Indonesia (Rain) tahun 2012.
"Agar suatu saat kelak, generasi muda tetap dapat melihat Sang Garuda terbang, tak hanya di buku atau dokumentasi film tapi juga ada di sekitar lingkungan mereka," ujarnya antusias.
Harapan lelaki yang aktif di Rain dan YPAL (Yayasan Pribumi Alam Lestari), buku setebal 102 halaman karyanya dengan dukungan rekan dan seluruh jaringan serta lembaga pemerhati elang itu dapat dibaca para pengajar sehingga dapat diajarkan bagi para siswa di sekolah dasar hingga mahasiswa.
Buku ini memang dilengkapi foto dan penjelasan rinci seputar elang jawa sebagai simbol Garuda, filosofinya, habitatnya, dari elang jawa, elang bondol, termasuk berbagai jenis genus elang di Indonesia dan dunia.
Buku yang pada cetakan sebelumnya sudah habis diedarkan ini rencananya akan dia cetak ulang, baik dengan dukungan perusahaan, lembaga, yayasan, atau penerbitan asalkan dapat tersebar dan banyak sekolah di Indonesia dapat memilikinya.
"Harapannya agar semua sadar tentang keberadaan unggas ini, termasuk elang jawa dan jenis elang endemik lainnya. Diperlukan juga penyadaran tentang lingkungan, isu global warming, pembalakan hutan, dan pelestarian lingkungan," kata dia.

0 komentar:

Posting Komentar